Selamat menikmati!
______________________________________________________________________
Minggu, 14 Maret 2010. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, tapi justru emplasemen utara Stasiun Bandung dipenuhi sekelompok anak SMA. Belum ditambah gelombang penumpang KA Argo Wilis yang baru tiba dari Surabaya, makin bertambah penuhlah stasiun tersibuk di Parijs van Java ini. Beruntung saja, penumpang KA Lodaya Malam telah diberangkatkan menuju Solo, kalo tidak makin penuhlah stasiun ini.
Melongok ke arah barat, terlihat 2 rangkaian kereta. Di jalur 5 ada KA Argo Parahyangan tujuan Jakarta, pemberangkatan terakhir dari Bandung 5 menit kemudian, dan di jalur 6 ada KA Harina tujuan Semarang, berangkat pukul 20:30. Itulah KA yang akan gue dan temen-temen – rombongan anak SMA tadi – bakal tumpangi ke Surabaya.
Lho, kenapa ga naik Turangga? Atau yang lain? Soalnya tujuan akhir kita bukan Surabaya, tapi Bojonegoro. Itupun masih harus melakukan perjalanan 30 menit dengan mobil ke suatu daerah pedesaan diantara dua kota besar itu. Kalo naik Turangga emang lebih cepat, tapi butuh transportasi lain ke Bojonegoro, yang setelah dihitung-hitung jadi lebih mahal ketimbang naik Harina lalu nyambung Rajawali sampe Bojonegoro.
Jam 20:05, terdengar jelas suara semboyan 35 menandakan sebuah kereta akan diberangkatkan.
“Kereta kitakah itu?” Tanya salah seorang guru pembimbing, Pak Anto.
“Bukan, Pak. Itu Argo Parahyangan,” jawabku. “Kereta kita berangkat setengah sembilan.”
“Bobby gitu lho, pasti tahu kalo ditanya soal kereta!” celetuk sahabatku Ben, yang berdiri di sampingku.
“Makanya saya minta tolong dia urusin kereta buat pergi live-in,” kata Pak Anto lagi.
Gimana enggak? Gue adalah orang yang paling tahu soal kereta diantara teman seangkatan gue. Itulah ciri seorang penggemar kereta api, railfan kata orang bule. Layaknya seorang filatelis yang pasti tau soal segala sesuatu di balik panggung persuratan, seorang railfan pun tahu seluk beluk perkeretaapian, mulai dari sejarah, kelas-kelas gerbong, semboyan-semboyan, sampai pada spesifikasi terperinci sebuah lokomotif, misalnya. Dan, itupun hanya orang-orang tertentu yang sudah menguasai semuanya. Katakanlah para professor perkeretaapian. Dan gue belum mencapai tingkatan itu. Tapi, setidaknya, lewat hal “kecil” ini gue berhasil membuat beberapa temen terjangkit “virus” railfan ini, termasuk Ben sahabatku.
Back to Stasiun Bandung, singkat cerita kamipun bergerak menuju rangkaian Harina di jalur 6. Kami mendapat tempat di gerbong 1 dan 2, di bagian belakang rangkaian saat itu. Ternyata itu adalah gerbong tambahan, terlihat dari kode gerbong: K1-98803 BD sebagai Eksekutif 1 dan K1-65801 BD sebagai Eksekutif 2. Kelas gue mendapat jatah kursi di gerbong 1. Gue pun mengambil kursi single di bagian belakang, nomor 13B, karena Ben duduk bareng pacarnya di 13 C-D.
Setelah membereskan barang – kira-kira pukul 20:15 – kami berdua meminta izin kepada Pak Anto, yang duduk di single seat depan – nomor 1C – untuk melihat-lihat kedepan. Setelah diizinkan, kami berjalan ke bagian depan rangkaian. Terlihat lokomotif yang akan dinas CC 204 11 SMC, posisi longhood. Berurutan di belakangnya ada gerbong barang, Eksekutif 6, 5, 4, gerbong makan, Eksekutif 3, 2, 1. Terlihat gerbong Eksekutif 3-6 juga hamper terisi penuh. Setelah puas mengamati, dan juga memotret, kami kembali ke gerbong 1. Tepat pukul 20:30, KA Harina memulai perjalanan panjangnya menuju Semarang.
Good bye Bandung, Semarang, we’re coming!
- TBC -
No comments:
Post a Comment